Rabu, 24 April 2013

Penyelesaian Sengketa Ekonomi


MINGGU 14

Penyelesaian Sengketa Ekonomi

1.      Pengertian Sengketa

Sengketa adalah suatu perselisihan atau pertengkaran yang terjadi dalam suatu mengembangkan usaha . atau sesuatu yang menyebabakan perbedaan pendapat yang dapat menimbulkan pertengakaran baik kecil maupun besar. Contohnya memperebutkan  sesuatu seperti tanah warisan atau lain sebagainya.

2.      Cara-cara Penyelesaian Sengketa
Usaha manusia untuk meminta maaf atas pertikaian atau konflik dalam mencapai kestabilan dinamakan “akomodasi”. Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling menyesuaikan diri pada keadaan tersebut dengan cara bekerja sama. Bentuk-bentuk akomodasi antara lain genjatan sejata , arbtrasi, mediasi, konsialisasi, staletmete.

3.      Negosiasi
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dengan perjanjian antara kedua belah pihak dimana pihak yang satu mempunyai perjanjian untuk kompromi melakukan suatu kepentingannya dengan cara yang baik

4.      Mediasi
Mediasi adalah penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat. Contoh : PBB membantu menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.

5.      Arbitrase
Suatu  perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.



6.      Perbandingan antara Perundingan Aribtrase dan Ligitasi

Arbitrase adalah Suatu  perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.

Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah.


Referensi :


Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat


MINGGU 13
Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

1       Pengertian

Pasar Monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis".

2       Asas   dan Tujuan

Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

3      Kegiatan yang Dilarang

Dalam UU No.5/1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24. Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya perjanjian. Namun demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas,tindakan secara sepihak. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak.

Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :

1. Monopoli

Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha

2. Monopsoni

Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.

3. Penguasaan pasar

Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :

a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;

b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;

c. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;

d. melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

4. Persekongkolan

Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).

5. Posisi Dominan

Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.

6. Jabatan Rangkap

Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.

7. Pemilikan Saham

Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.

8. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan

Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.

4       Perjanjian yang dilarang

Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebagai berikut :
 (a) Oligopoli Pasar
Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999, oligopoli dikelompokkan ke dalam kategori perjanjian yang dilarang, padahal umumnya oligopoli terjadi melalui keterkaitan reaksi, khususnya pada barang-barang yang bersifat homogen atau identik dengan kartel
 (b) Penetapan harga
Dalam penetapan harga  harus sama ditentukan oleh pasar agar harganya sama.
 (c) Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
 (d) Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
 (e) Kartel
kelompok produsen independen yang bertujuan menetapkan harga, untuk membatasi suplai dan kompetisi.
 (f) Trust
bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
 (g) Oligopsoni
 keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
 (h) Integrasi vertikal
 bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa
(i)Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
 (j) Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

5. Hal – hal yang dikecualikan dalam UU anti Monopoli

a.      perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual, termasuk lisensi, paten, merk dagang, hak cifta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu dan rahasia dagang.
b.      Perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
c.       Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan;
d.      Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah dari harga yang telah diperjanjikan;
e.       Perjanjian kerjasama penelitian untuk peningkatkan atau perbaikan standar kehidupan masyarakat luas;
f.       Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah.
6. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

7.                  Sanksi
Sanksi dalam anti  Monopoli diatur dalan pasal 36 , pasal 48 serta pasal 49 yang mempunyai arti
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli.
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain. Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.

Referensi
http://vahmy76.wordpress.com/2012/04/28/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha-tidak-sehat/

Perlindungan Konsumen


MINGGU 12

Perlindungan Konsumen
1.                  Pengertian Konsumen

Berdasarkan pasal 1 angka 2 Undang—undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

2.                  Asas dan Tujuan

1.                  Asas manfaat, segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat yang sebesar—besarnya bagi konsumen.
2.                  Asas Keadilan, memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan kewajibannya.
3.                  Asas keseimbangan, memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha , dan pemerintah dalam materi ataupun spiritual.
4.                  Asas keamanan dan keselamatan konsumen, untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen atas penggunaan , pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5.                  Asas kepastian hukum, yakni baik pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen.
Tujuan perlindungan konsumen antara lain adalah :
1.                  Meningkatkan kesadaran ; kemampuan; kemandirian konsumen untuk ,elindungi diri sendiri;
2.                  Mengangkat harkat martabat konsumen;
3.                  Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih.

3.                  Hak dan Kewajiban Konsumen:

1.                  Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang,
2.                  Hak untuk memilih,
3.                  Hak atas informasi yang benar dan jelas,
4.                  Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya,
5.                  Hak untuk mendapatkan advokasi dalam perlindungan konsumen,
6.                  Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan untuk konsumen,
7.                  Hak untuk diperlakukan dan dilayani,
8.                  Hak utuk mendapatkan kompensasi atau ganti rugi,
9.                  Hak-hak yang diatur dalam undang-0-undang.
Kewajiban
1.                  Membaca, mengikuti petunjuk informasi dan prosedur,
2.                  Beritikan baik dalam bertransaksi pembelian,
3.                  Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati,
4.                  Mengikuti u[aya penyelesaian hukum sengketa secara patuh.

4.                  Hak dan Kewajiban Pelaku usaha

Hak
1.                  Hak untuk menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan,
2.                  Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum atas itikap konsumen yang tidak baik,
3.                  Hak untuk membela diri sepatutnya dalam perlindungan hukum,
4.                  Hak untuk rehabilitasi nama baik bila telah terbukti bersalah dalam pengadilan,
5.                  Hak—hak yang diatur dalam undang—undang.
Kewajiban
1.                  Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2.                  Melakukan informaso yang benar , jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang.
3.                  Memperlakukan konsumen secara benar.
4.                  Menjamin mutu barang atau jasa.
5.                  Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan mencoba baran yang diperdagangakn.
6.                  Memeberi kompensasi dan/atau ganti rugi kepada pihak yang dirugiikan.

5.                  Perbuataan yang dilarang bagi pelaku usaha

Dalam pasal 8 sampai dengan pasal 17 undang-undang nomor 8 tahun 1999, mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha larangan dalam memproduksi atau memperdagangkan, larangan dalam menawarkan , larangan-larangan dalam penjualan secara obral / lelang , dan dimanfaatkan dalam ketentuan periklanan .

1. larangan dalam memproduksi / memperdagangkan.
Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa, misalnya :
a.       tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
b.      tidak sesuai dengan berat isi bersih atau neto
c.       tidak sesuai dengan ukuran , takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya
d.      tidak sesuai denga kondisi, jaminan, keistimewaan sebagaimana dinyatakan dalam label, etika , atau keterangan barang atau jasa tersebut
e.       tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label
f.       tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal
g.      tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat barang, ukuran , berat isi atau neto
2. larangan dalam menawarkan / memproduksi
pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan suatu barang atau jasa secara tidak benar atau seolah-olah :
a.       barang tersebut telah memenuhi atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu.
b.      Barang tersebut dalam keadaan baik/baru
c.       Barang atau jasa tersebut telah mendapat atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu
d.      Dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan, atau afiliasi
e.       Barang atau jasa tersebut tersedia.
f.       Tidak mengandung cacat tersembunyi.
g.      Kelengkapan dari barang tertentu.
h.      Berasal dari daerah tertentu.
i.        Menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya , atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap.
j.        Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
3. larangan dalam penjualan secara obral / lelang
Pelaku usaha dalam penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang , dilarang mengelabui / menyesatkan konsumen, antara lain :
a.       menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar tertentu.
b.      Tidak mengandung cacat tersembunyi.
c.       Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual barang lain.
d.      Tidak menyedian barang dalam jumlah tertentu atau jumlah cukup dengan maksud menjual barang yang lain.
4. larangan dalam periklanan
Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan , misalnya :
a.       mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga mengenai atau tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang jasa
b.      Mengelabui jaminan / garansi terhadap barang atau jasa.
c.       Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang atau jasa.
d.      Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang atau jasa.
e.       Mengeksploitasi kejadian atau seseorang tanpa seizing yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan.
f.       Melanggar etika atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

6.                  Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas apa yang diperdagangkannya , tanggung gugat produk timbul karena ada kerugian yang dialami pihak konsumen sebagai akibat dari produk yang cacat. Bentuk kerugian jonsumen dengan ganti rugi berupa pengembalian uang, penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, perawatan kesehatan, dan/atau pemberian santunan sesuai dengan peraturan perundang—undangan yang berlaku.

7.                  Sanksi

Sanksi yang diberikan oleh Undand—undang Nomor 8 Tahun 1999 yang terulis dalam pasal 60 sampai dengan pasal 63 dapat berupa sanksi administratif , dan sanksi pidana pokok, serta tambahan berupa penempatan barang tertentu, pengumunan keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan kerugian bagi pihak konsumen.
Referensi         :
http://hinokaji.wordpress.com/category/aspek-hukum-dalam-ekonomi-rangkuman/